Imam Bukhari



Awal Kehidupan Imam Bukhari

Dikutip dari buku Ensiklopedia Islam: Gambaran Surga Hingga Mengenal Imam Bukhari karya Hafidz Muftisany, nama lengkap Imam Al-Bukhari adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Beliau lahir pada 13 Syawal 194 H atau 21 Juli 810 M di Bukhara, Uzbekistan.

Ayahnya, Ismail bin Ibrahim merupakan seorang ulama sekaligus murid dari Imam Malik bin Anas. Ia dikenal sebagai orang yang taat beragama dan selalu berhati-hati mengenai hal-hal yang hukumnya masih belum pasti. Sayangnya, ayah Bukhari wafat saat beliau masih kecil.

Menginjak umur 10 tahun, Imam Bukhari kemudian berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, salah satu ulama ahli hadis terkenal di Bukhara. Sejak kecil, Imam Bukhari sudah menunjukkan bakat-bakat kecerdasannya. Ketajaman ingatan dan hafalannya melebihi anak-anak seusianya.

Setahun kemudian, ia mulai belajar ilmu hadis. Saat itu ia sudah ditunjuk untuk mengoreksi beberapa kesalahan penghafalan matan maupun rawi dalam sebuah hadis yang diucapkan gurunya. Ketekunan dan kecerdasan Imam Bukhari menuntunnya hafal Al-Qur'an di usia 10 tahun.


Perjalanan Mengumpulkan dan Menyusun Hadis

Memasuki usia 16 tahun, Bukhari sudah mengkhatamkan hafalan hadis-hadis di dalam kitab karangan Waki al-Jarrah dan Ibnu Mubarak. Pada usia ini pula Bukhari mulai pergi ke Mekkah dan Madinah untuk memperdalam ilmu hadisnya.

Dua tahun selepas kepergiannya, Bukhari telah menerbitkan kitab hadis pertamanya, Kazaya Shahabah wa Tabi'in. Setelah itu, ia menghabiskan waktu bertahun-tahunnya mengunjungi berbagai kota untuk menemui para periwayat hadis.

Imam Bukhari terkenal gigih dalam 'memburu' sebuah hadis. Jika ia mendengar sebuah hadis, maka ia ingin mendapatkan keterangan tentang hadis tersebut secara lengkap. Dengan kata lain, ia harus bertemu sendiri dengan orang yang meriwayatkan hadis tersebut.

Dalam usahanya mengumpulkan hadis-hadis tersebut, Imam Bukhari telah mengunjungi berbagai tempat di daerah Syam, Mesir, Ajazair, Basra, menetap di Makkah dan Madinah selama enam tahun, Kufah, hingga Baghdad.

Menurut buku yang ditulis Hafidz Muftisany tersebut, Imam Bukhari dalam 16 tahun perjalanan panjangnya berhasil mengumpulkan sedikitnya 600 ribu hadis yang diriwayatkan oleh 80.000 orang rawi. Dari jumlah tersebut, 300 di antaranya telah ia hafal.

Hadis-hadis yang dihafal tersebut terdiri dari 200 ribu hadis tidak sahih dan 100 ribu hadis sahih. Dari jumlah hadis sahih tersebut, ia hanya mencantumkan 7.275 hadis dalam kitabnya, Jami'as-Shahih atau yang dikenal dengan Shahih Al-Bukhari.

Jumlah tersebut tentu telah diseleksi dengan metode yang sangat ketat dan berhati-hati. Inilah yang membuat para ulama menempatkan Sahih Bukhari sebagai kitab pertama dalam urutan kitab-kitab hadis yang muktabar.

Selain Jami'as-Sahih, semasa hidupnya Imam Bukhari juga menulis kitab-kitab lain seperti Tarikh as-Sagir, Asami as-Sahabah, al-Kuna, dan al-'Illal yang kesemuanya membahas tentang hadis.

Kriteria Penyusunan Kitab Shahih Bukhari

Kitab Shahih Al-Bukhari memiliki judul lengkap Al-Jami Al-Musnad as-Shahih Al-Mukhtasar min Umur Rasulillah wa Sunanih wa Ayyamih.

Dikutip dari buku Studi Kitab Hadis: dari Muwaththa' Imam Malik hingga Mustadrak Al Hakim (2020) oleh Muhammad Misbah, dkk, nama kitab ini berawal dari wasiat guru beliau, Syekh Ishaq yang berkata: "Hendaklah engkau menyusun sebuah kitab yang khusus berisi sunnag rasul yang shahih."

Wasiat inilah yang mendorong Imam Bukhari menyusun kitab yang berbeda dengan kitab-kitab lain, yaitu dengan membukukan hadis yang Shahih saja.

Ketika mencantumkan hadis dalam kitabnya, Imam Bukhari senantiasa melaksanakan salat Istikharah terlebih dahulu. Hal ini disampaikan oleh murid beliau yang bernama Al-Firbari yang pernah mendengar Muhammad bin Ismail Al-Bukhari berkata,

"Aku menyusun Al-Jami' Al-Musnad Al-Shahih ini di Masjidil Haram. Aku tidak memasukkan sebuah hadis pun ke dalam kitab ini sebelum aku salat istikharah dua rakaat. Setelah itu, aku baru benar-benar merasa yakin kalau hadis itu merupakan hadis shahih."

Adapun kriteria keshahihan hadis menurut Imam Bukhari, yaitu sebuah hadis dapat dianggap sebagai hadis shahih apabila ketersambungan sanad itu ditandai dengan pertemuan langsung antara rawi guru dan muridnya. Rawi yang meriwayatkan haruslah adil, dhobit, teliti, jujur, dan lama dalam berguru.

Hal ini berbeda dengan hadis pada umumnya, di mana hadis dianggap shahih apabila sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi dan dhobit, adil serta tidak ada cacat dan syadz dalam hadis tersebut.

Selain itu, sistematika penulisan hadis Al-Bukhari disusun dengan membagi menjadi beberapa kitab, dan tiap-tiap kitab dibagi menjadi beberapa bab. Jumhur ulama Muhadisin mengatakan bahwa kitab ini merupakan kitab hadis paling shahih setelah Al-Qur'an

Wafatnya Imam Bukhari

Pada tahun 864, Imam Bukhari pergi ke Nisyapur di Iran. Namun, masalah politik mengharuskannya untuk pindah ke Khartand, sebuah desa kecil dekat Samarkand, Uzbekistan. Di sanalah Imam Bukhari menghabiskan sisa hidupnya.

Imam Bukhari tercatat wafat pada usia 62 tahun, tepatnya pada 31 Agustus 870 M atau 256 H. Beliau dimakamkan di Kompleks Imam al-Bukhari, di Desa Hartang, sekitar 25 kilometer dari Samarkand.

MAN 1 tuban

Instagram MAN 1 Tuban

YouTube MAN 1 Tuban



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prabowo Subianto

Imam Muslim